FRENCH KISS
Pernah nonton film French Kiss? Saya baru menontonnya bulan lalu, saat di putar di salah satu stasiun TV swasta. Kalau ada movie mania, pasti bakal komentar, “basi banget lu! Kemane aje! Itu pan pelem keluar jaman orde baru! Please dechh...!,” Oke-oke, saya ngaku. Saya memang terlambat menonton film ini. Berhubung masih dalam suasana Idul Fitri 1426 Hijriah, saya mohon maaf atas keterlambatan saya.
French Kiss bercerita tentang Kate (Meg Ryan), wanita yang memiliki phobia terbang tetapi tetap nekad naik pesawat ke Paris untuk mengejar tunangannya Charlie (Timothy Hutton) yang telah berkhianat. Keadaan menjadi tidak terkendali saat Kate bertemu dengan Luc Teyssier (Kevin Kline), pencuri kalung yang memanfaatkan Kate untuk menyelundupkan barang curiannya. Singkat cerita, Kate jatuh cinta pada Luc, dan melupakan Charlie.
Cerita film ini memang klise dan mudah ditebak. Seorang kritikus menyebutkan satu-satunya kelebihan film ini adalah kemampuannya menghadirkan sisi-sisi indah alam Perancis. Sementara karakter kedua tokoh utama dianggap lifeless. Mungkin film ini tidak terlalu istimewa, tetapi saya tetap berniat memiliki dvd/vcd nya suatu saat nanti. Saya terlalu berbaik sangka dengan pembuat film. Saya percaya, setidak-tidaknya ada satu kejadian nyata yang nyaris menyerupai cerita di film. Ada dua adegan di French Kiss yang mampu mengelisahkan saya.
Dari awal film dimulai, saya sudah deg-degan, saya takut kalau adegan ini muncul, dan ternyata dia memang muncul: Charlie yang sedang berada di Paris menelepon Kate dan berkata. "…I am so happy! I met a women, a goddess! Lalu, Charlie melengkapi penderitaan saya, “I will not coming back, I’m in love, Kate!”
Saya tidak pernah menyukai cerita atau berita perselingkuhan. Saya pernah hampir tidak bisa tidur setelah menonton 'House of Sand and Fog', padahal affair antara Kathy dan Lester bukanlah isu utama yang ingin diangkat dalam film besutan sutradara Vadim Perelman ini.
Ada yang aneh dengan ketidaksukaan saya terhadap isu selingkuh. Mirip candu, saya tahu saya akan menderita tetapi saya juga ingin terus merasakannya. Saya pun curi-curi baca Novel asli 'House of Sand and Fog' di QB. Saya coba mencari sebab kenapa Lester berselingkuh. Saya jajagi sensasi yang dirasakan Lester dan Kathy. Saya rekam detil adegan saat Lester meninggalkan keluarganya.
Sudah diduga, keputusan saya melakukan ini semua salah. Akhirnya saya tetap menjadi Carol, istri Lester yang menjadi korban perselingkuhan. Saya pun kembali 'kurang' bisa tidur setelah membaca Novel yang tidak saya beli tersebut. Saya mengalami, sebut saja "affair sickness". Gejalanya adalah sedih tanpa alasan, sakit kepala, kadang-kadang disertai mual, dan gejala paling umum susah tidur. Keluhan ini sering saya rasakan setelah membaca cerita atau berita mengenai perselingkuhan.
Seorang teman pernah merasa heran dengan saya, "Kok loe terlibat banget sih?, Itu kan masalah orang, bukan masalah loe," ujar teman tersebut. Entahlah, saya pun tidak mengerti. Sebagai jomblo terhormat saya memang tidak pernah patah hati. Tapi percayalah, kepedulian saya terhadap derita korban perselingkuhan sama besarnya dengan kepedulian saya terhadap anak-anak korban tsunami.
Masalah yang sama muncul setelah menonton adegan Charlie menelepon Kate.. Saya pun mulai mempertanyakan eksistensi cinta. Hanya dengan alasan a goddess, happiness, dan I’m in love, Charlie pergi. Begitu tidak bisa diandalkannya cinta manusia. Saya sampai pada sebuah kesimpulan yang belum cukup meyakinkan: kemanusian tidak terlalu membutuhkan cinta. Toh, dengan hidup normal dan berbuat baik dengan sesama, dunia juga akan tetap indah.
Seorang teman pernah berkata, “mencintai adalah berani menyerahkan diri kepada ketidakpastian,”. Menurut saya itu adalah kebodohan. Sorry aje ye, maut nyang udeh jelas kagak pasti aje masih ade asuransi jiwe, iye kagak bang?
"Tapi cinta itu juga penting," ujar seorang rekan kerja di kantor saya. Saya tidak sependapat, tapi juga tidak tega membantah. Teman saya itu sepertinya sangat mencintai suami dan kedua anaknya. Akhirnya saya hanya berkomentar, "kalaupun harus terpaksa mencintai, berikan setengah saja hatimu,". Karena, menurut saya, kalau orang yang kita cintai itu ternyata tidak setia, maka kita tidak akan terlalu kehilangan. Separuh hati kita masih milik kita sendiri.
Kembali ke French Kiss. Gejala "affair sickness", meski tidak terlalu berat, kembali menyerang saya setelah adegan Charlie menelepon Kate. Sempat terlintas untuk mematikan televisi dan mencoba tidur mumpung gejalanya belum sampai ke stadium akut. Tetapi saya masih penasaran dengan pengejaran yang dilakukan Kate.
Beruntunglah saya tidak jadi mematikan TV. Karena dipertengahan film muncul sebuah adegan yang cukup melegakan Adegan ini adalah adegan kedua yang berkesan buat saya. Saat sedang menemani Kate mengejar Charlie, Luc menghibur Kate dengan berkata bahwa hidup Kate akan baik-baik saja. Suatu saat Kate akan melupakan Charlie, "…first you forget his chin, than his nose,…one day you wake up and his gone" ujar Luc dengan bahasa Inggris beraksen Perancis yang kental.
Byar!!! Seperti ada lampu neon mendadak menyala terang di kepala saya. Saya baru sadar bahwa selama ini saya melupakan suatu potensi asasi manusi: Lupa. Apa!? Iya, lupa! Maksud saya L-U-P-A!.
Manusia merasa berhasil mempertahankan ribuan tahun peradaban dengan kecemerlangan otak dalam mencipta. Padahal salah satu kelemahan otak, yaitu sifat pelupa, justru berperan tidak kalah pentingnya dalam mempertahankan eksistensi peradaban. Bayangkan betapa menderitanya manusia jika kita masih mengingat semua perang, bencana alam, dan derita pahit lainnya yang pernah terjadi.
Ah, Luc memang hebat. Saya salut. Malam itu saya bisa tidur dengan agak lega. Saya yakin saudara-saudara saya yang menderita akibat diselingkuhi akan segera baik-baik saja. Pelan-pelan mereka akan melupakan lalu kembali bisa menikmati hari, sebagaimana Luc menikmati setiap tetes anggur Perancis. Hmm...
French Kiss bercerita tentang Kate (Meg Ryan), wanita yang memiliki phobia terbang tetapi tetap nekad naik pesawat ke Paris untuk mengejar tunangannya Charlie (Timothy Hutton) yang telah berkhianat. Keadaan menjadi tidak terkendali saat Kate bertemu dengan Luc Teyssier (Kevin Kline), pencuri kalung yang memanfaatkan Kate untuk menyelundupkan barang curiannya. Singkat cerita, Kate jatuh cinta pada Luc, dan melupakan Charlie.
Cerita film ini memang klise dan mudah ditebak. Seorang kritikus menyebutkan satu-satunya kelebihan film ini adalah kemampuannya menghadirkan sisi-sisi indah alam Perancis. Sementara karakter kedua tokoh utama dianggap lifeless. Mungkin film ini tidak terlalu istimewa, tetapi saya tetap berniat memiliki dvd/vcd nya suatu saat nanti. Saya terlalu berbaik sangka dengan pembuat film. Saya percaya, setidak-tidaknya ada satu kejadian nyata yang nyaris menyerupai cerita di film. Ada dua adegan di French Kiss yang mampu mengelisahkan saya.
Dari awal film dimulai, saya sudah deg-degan, saya takut kalau adegan ini muncul, dan ternyata dia memang muncul: Charlie yang sedang berada di Paris menelepon Kate dan berkata. "…I am so happy! I met a women, a goddess! Lalu, Charlie melengkapi penderitaan saya, “I will not coming back, I’m in love, Kate!”
Saya tidak pernah menyukai cerita atau berita perselingkuhan. Saya pernah hampir tidak bisa tidur setelah menonton 'House of Sand and Fog', padahal affair antara Kathy dan Lester bukanlah isu utama yang ingin diangkat dalam film besutan sutradara Vadim Perelman ini.
Ada yang aneh dengan ketidaksukaan saya terhadap isu selingkuh. Mirip candu, saya tahu saya akan menderita tetapi saya juga ingin terus merasakannya. Saya pun curi-curi baca Novel asli 'House of Sand and Fog' di QB. Saya coba mencari sebab kenapa Lester berselingkuh. Saya jajagi sensasi yang dirasakan Lester dan Kathy. Saya rekam detil adegan saat Lester meninggalkan keluarganya.
Sudah diduga, keputusan saya melakukan ini semua salah. Akhirnya saya tetap menjadi Carol, istri Lester yang menjadi korban perselingkuhan. Saya pun kembali 'kurang' bisa tidur setelah membaca Novel yang tidak saya beli tersebut. Saya mengalami, sebut saja "affair sickness". Gejalanya adalah sedih tanpa alasan, sakit kepala, kadang-kadang disertai mual, dan gejala paling umum susah tidur. Keluhan ini sering saya rasakan setelah membaca cerita atau berita mengenai perselingkuhan.
Seorang teman pernah merasa heran dengan saya, "Kok loe terlibat banget sih?, Itu kan masalah orang, bukan masalah loe," ujar teman tersebut. Entahlah, saya pun tidak mengerti. Sebagai jomblo terhormat saya memang tidak pernah patah hati. Tapi percayalah, kepedulian saya terhadap derita korban perselingkuhan sama besarnya dengan kepedulian saya terhadap anak-anak korban tsunami.
Masalah yang sama muncul setelah menonton adegan Charlie menelepon Kate.. Saya pun mulai mempertanyakan eksistensi cinta. Hanya dengan alasan a goddess, happiness, dan I’m in love, Charlie pergi. Begitu tidak bisa diandalkannya cinta manusia. Saya sampai pada sebuah kesimpulan yang belum cukup meyakinkan: kemanusian tidak terlalu membutuhkan cinta. Toh, dengan hidup normal dan berbuat baik dengan sesama, dunia juga akan tetap indah.
Seorang teman pernah berkata, “mencintai adalah berani menyerahkan diri kepada ketidakpastian,”. Menurut saya itu adalah kebodohan. Sorry aje ye, maut nyang udeh jelas kagak pasti aje masih ade asuransi jiwe, iye kagak bang?
"Tapi cinta itu juga penting," ujar seorang rekan kerja di kantor saya. Saya tidak sependapat, tapi juga tidak tega membantah. Teman saya itu sepertinya sangat mencintai suami dan kedua anaknya. Akhirnya saya hanya berkomentar, "kalaupun harus terpaksa mencintai, berikan setengah saja hatimu,". Karena, menurut saya, kalau orang yang kita cintai itu ternyata tidak setia, maka kita tidak akan terlalu kehilangan. Separuh hati kita masih milik kita sendiri.
Kembali ke French Kiss. Gejala "affair sickness", meski tidak terlalu berat, kembali menyerang saya setelah adegan Charlie menelepon Kate. Sempat terlintas untuk mematikan televisi dan mencoba tidur mumpung gejalanya belum sampai ke stadium akut. Tetapi saya masih penasaran dengan pengejaran yang dilakukan Kate.
Beruntunglah saya tidak jadi mematikan TV. Karena dipertengahan film muncul sebuah adegan yang cukup melegakan Adegan ini adalah adegan kedua yang berkesan buat saya. Saat sedang menemani Kate mengejar Charlie, Luc menghibur Kate dengan berkata bahwa hidup Kate akan baik-baik saja. Suatu saat Kate akan melupakan Charlie, "…first you forget his chin, than his nose,…one day you wake up and his gone" ujar Luc dengan bahasa Inggris beraksen Perancis yang kental.
Byar!!! Seperti ada lampu neon mendadak menyala terang di kepala saya. Saya baru sadar bahwa selama ini saya melupakan suatu potensi asasi manusi: Lupa. Apa!? Iya, lupa! Maksud saya L-U-P-A!.
Manusia merasa berhasil mempertahankan ribuan tahun peradaban dengan kecemerlangan otak dalam mencipta. Padahal salah satu kelemahan otak, yaitu sifat pelupa, justru berperan tidak kalah pentingnya dalam mempertahankan eksistensi peradaban. Bayangkan betapa menderitanya manusia jika kita masih mengingat semua perang, bencana alam, dan derita pahit lainnya yang pernah terjadi.
Ah, Luc memang hebat. Saya salut. Malam itu saya bisa tidur dengan agak lega. Saya yakin saudara-saudara saya yang menderita akibat diselingkuhi akan segera baik-baik saja. Pelan-pelan mereka akan melupakan lalu kembali bisa menikmati hari, sebagaimana Luc menikmati setiap tetes anggur Perancis. Hmm...
26 Comments:
Salut dech ma fian yang always care ma masalah orang..padahal orang yang ngalamin masalah gak segitu care ama masalahnya :P
yah begitulah cinta manusia, tak ada yang abadi. Cinta antar manusia selalu syarat emosi dan kepentingan. So sedikit saja emosi dan kepentingannya tak terpenuhi langsung tancap gas buat kabur dan selingkuh. Maka dari itu bila ingin cinta sehidup semati bertanyalah pada diri sendiri apakah cukup punya kemampuan untuk mencintai sebelum jatuh cinta beneren. Karena menurutku cinta adalah masalah kemampuan dalam mengendalikan emosi dan kepentingan kita agar tak bertabarakan dengan pasangan..Dont be afraid to falling in love coz love teach us so much thing..
in the name of 4JJI love
elmy
Alfian, ceritanya bagus.
Tris
hmm untuk yang ini, agak berat sedikit dibanding blog sebelumnya. tapi ini menggambarkan kepribadian alfian yang "anti" dengan segala macam perselingkuhan.Apakah Alfian pernah disakiti?hehe
tapi siapa sih yang suka perselingkuhan. biar bagaimanapun affair meninggalkan sakit hati yang dalam bagi pihak yang ditinggalkan. kadang-kadang dengan alasan yang sepele. Namun, pernyataan yang memberikan hati hanya setengah pernah gue pikirin juga, karena jodoh ga tahu kapan berakhir, entah dengan perpisahan, perceraian, perselingkuhan atau kematian. Namun ada suatu masa, manusia membutuhkan seseorang untuk berbagi. Bila orangnya pas, manusia akan bahagia, dan kebahagian merupakan tujuan hidup yang lebih berarti bukan?
Tapi yang gue sangat suka terhadap tulisan ini adalah paparan mengenai kelemahan otak manusia. Bayangkan kalo manusia memorinya sebesar gajah, dan mampu menyimpan banyak data tanpa ada yang dilupakan. Jadi lupa merupakan anugerah, dan banyak yang tidak sadar mengenai hal ini. jadi, bless orang yang pelupa, artinya semakin sedikit masalah yang dia ingat, semakin bahagia dia. Tapi berbahagialah orang yang bercinta, karena suatu saat, kesedihan dan kesenangan karena percintaan, pasti hanya menjadi memori yang bisa ditertawakan dan membuat manusia lebih bijaksana.
hahahahahahahaha... komentar berlebihan dan tidak penting
hahaha...upaya Alfian untuk memaksa gw baca blog ini ternyata berhasil...Alfian, loe memandang dunia sama lugunya dengan anak bayi ketika pertama kali menatap wajah ibunya...!
Dan gw suka banget teorimu tentang LUPA. Terinspirasi dari Tagore ya?
Rini
Tes..tes..tes
Great piece of thought! Inilah alasan mengapa saya amat suka membaca blog ketimbang media-media lain yang sudah mapan. Para blogger menulis dengan bebas tanpa beban deadline, pisau tajam para editor, atau bahkan reaksi pembaca. Hasilnya ya spt tulisan ini. Saya suka banget endingnya.. Boleh ya saya link ke blog saya..
Keep on blogging, bos.. Insya Allah saya akan sering mampir.
Oya, makasih juga udah mampir ke blog saya.
Salam,
JaF
http://jaf.suarane.com
Hehe.. kita semua adalah pemula mas. Gabung ke blogger family dong. Itu forum para blogger Indonesia. Di sana ada tempat tukar menukar pengalaman para blogger. Pas buat para pemula. Saya juga belajar banyak di situ. Alamatnya di http://www.blogfam.com. Daftar dulu untuk bisa gabung. Saya tunggu di sana ya.
Untuk ngelink blog saya atau blog yang lain, coba begini mas:
Yang ada tulisan "Edit-Me" di menu sebelah kanan itu coba diganti dengan kode ini:
JaF
Semoga berhasil..! :-)
Halo Mas Fian..
Bagus deh pemikirannya... buset.. mana kepikir sampe situ.. ckckck...
Hebat..... *geleng2 kpala*
eh maaf mas, kodenya ketinggalan..
Tak ulang ya. Jadi di tulisan "Edit-Me" di kolom kanan itu coba diganti dengan kode html berikut ini:
<a href="http://jaf.suarane.com" alt="JaF">
Hasilnya ya kayak gini:
JaF
Gitu mas.. silahken dicoba.. :-)
Salam kenal mas, thanks udah mampir. Tadinya mau ngasih komentar tulisannya tapi jadi agak bingung hehehe
beneran mas, tulisannya macem punyanya ivan haris (kalau saya gak lupa... :P). asli saya suka!
perselingkuhan, sama spt pilem 'unfaithfull'
nyebelin tapi ngangenin, ihihihi :p
bagaimana dengan faktor Sang Pencipta di sini? Just to give another angle ... :)
tulisanmu bagus, Alfian.
menurutku cinta tidak bisa dilepaskan dari kondisi.
KONDISI, KONDISI, KONDISI.
manusia dan kondisi adalah 2 entitas yang sama-sama dinamis. manusia dan kondisi berubah. jadi, perselingkuhan adalah pintu yang tidak pernah tertutup.
perkembangan manusia ke arah yang (mungkin) lebih dinamis tak bisa dikekang. bisa jadi, perselingkuhan justru lebih baik.
ada yang bilang, cinta itu membebaskan. kalo memberi setengah hati saja untuk cinta, bukankah itu naif? siapa yang bisa menakar hati jadi setengah? lebih baik membangun kesadaran bahwa manusia harus tetap memiliki kebebasannya memilih, walaupun sudah mengikatkan dirinya pada cinta.
Manusia memang punya kebebasan memilih. Lalu bagaimana kalau kebebasan pilihan kita justru menyakiti orang lain. Adakah kebebasan yang absolut?
Thanks Wati udah mampir ke blog gw.
tidak ada yang absolut. karena itu manusia mencoba rasional.
kamu harus nulis buku alfian...
mas alfian, penyakit itu bernama "affair sickness" ??
knp ya saya cenderung utk menyatakan kalo kita boleh or bebas2 aja or terserah, utk menentukan pilihan (cinta), to choose between kate or the goddes, as long as kita konsekuen ama pilihan kita
seperti in my post : Mencintai orang yang tidak sempurna dengan cara yg sempurna..
sedikit pemikiran dari temen lama loe ini fian.... hm... 'affair sickness' kayanya suatu hal yang manusiawi ya.. setiap orang yang mencintai pasangannya so pasti worried banget dengan makhluk affair ini... mau dia yang punya affair or sebaliknya.... tapi kalo melihat kasusnya kate dengan pasangannya , gue liat dari 2 point of view. anyway gw gak tau endingnya sih... well : pertama bisa aja hal itu semua merupakan peroses hidup mereka berdua, bahwa ternyata they cant be together again, yang kebetulan si kate ini yang diaffairin...which ternyata melalui jalan yang menyakitkan itu kate akan mendapatkan kebahagiaan yang pantas buat dia....... yang kedua: hal itu ternyata ya... hanya kebodohan pasangannya kate aja... yang cuma mengikuti nafsunya ketika ketemu si goddes ntu... , duaduanya tetep nyakitin kate.....
tapi mungkin hal seperti itu memang sudah jadi paket sama urusan cinta ya... ada advantagesnya juga ada risks nya... thats why love is complicated right...???
Betul juga ya :)
apa kabar nih? :)
apa kabar nih? :)
apa kabar nih? semoga sehat selalu :)
Keindahan suatu pilihan adalah 'rasa dan makna kompromi' di dalamnya.
Salut n 'lam kenal
neneng tsani: i can read every single of your word with passion, that in the end of the article must be unpredictable
eh, emangnya house of sand and fog ada bukunya ya?? gimana caranya lo bisa baca tanpa punya bukunya, Fian? Pinjemin gw dong dari temen yg minjemin bukunya ke lo... kekeke.. :p gw ampe nangis nonton itu film. patah hati.
Nice share
Post a Comment
<< Home